BANDA ACEH – Pengamat Kebijakan Publik, Usman Lamreung, menilai selama ini perjalanan dinas Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ke luar negeri tidak memberikan manfaat untuk masyarakat. Dia menyarankan DPRA membatalkan rencana perjalanan dinas ke luar negeri menggunakan APBA tahun 2023 dan mengalihkan anggaran Rp2,4 miliar lebih itu ke sektor ekonomi produktif.
Usman Lamreung menyampaikan pandangannya tersebut saat portalsatu.com meminta tanggapannya soal Belanja Perjalanan Dinas Luar Negeri Pimpinan dan Anggota DPRA yang dialokasikan dalam APBA murni tahun 2023 senilai Rp2.433.141.000.
Menurut Ketua DPRA, Saiful Bahri alias Pon Yahya, kegiatan perjalanan dinas ke luar negeri pada tahun 2023 masih bersifat perencanaan.
Baca: Belanja Perjalanan Dinas Luar Negeri Pimpinan dan Anggota DPRA Rp2,4 Miliar Dalam APBA 2023
“Apa yang disampaikan ketua DPRA, ya, kita sepakat saja. Itu bagian dari perencanaan awal. Tapi kemudian, kebutuhan perjalanan dinas ke luar negeri itu patut ditinjau kembali. Kebutuhan kunjungan ke luar negeri apa, pemanfaatannya apa, kepentingannya buat Aceh apa? Kemudian (setelah perjalanan dinas itu) apa tindak lanjutnya, realisasinya. Itu yang penting (harus jelas),” kata Usman melalui WhatsApp, Kamis, 19 Januari 2023.
Menurut Usman, perjalanan dinas DPRA ke luar negeri selama ini menjadi sorotan publik Aceh lantaran hasil kunjungan tersebut tidak ada tindakan dan kebijakan apapun yang bermanfaat untuk rakyat. Oleh karena itu, Usman menyarankan DPRA meninjau kembali rencana perjalanan dinas ke luar negeri pada tahun ini. “Jangan terkesan anggota dewan jalan-jalan ke luar negeri,” ucapnya.
Sejauh ini, kata Usman, perjalanan dinas DPRA ke luar negeri memang terkesan tak sedikitpun bermanfaat untuk masyarakat Aceh. “Kesannya, ya, ber-holiday,” ujar Usman.
Usman menyebut anggaran Rp2,4 miliar yang telah dialokasikan dalam APBA 2023 untuk perjalanan dinas DPRA ke luar negeri bisa dievaluasi kembali atau direvisi, mengingat kasus-kasus sebelumnya. Mestinya, kata dia, ada perencanaan yang matang terkait kunjungan ke luar negeri, dan hal itu perlu dipertimbangkan kembali oleh DPRA.
“Jangan sampai dengan anggaran APBA yang semakin sedikit, tetapi masih saja dialokasikan pada tempat-tempat yang tidak tepat sasaran,” tegas akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Banda Aceh itu.
Usman menilai APBA selama ini dalam implementasi berbagai program sering tidak tepat sasaran. Sehingga tidak dapat menyelesaikan berbagai persoalan, baik kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya.
“Ini seharusnya yang mesti dipikirkan oleh DPRA. Bukan berpikir bagaimana kunjungan ke luar negeri,” tegasnya.
Menurut Usman, yang perlu dilakukan DPRA bagaimana menyiasati Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) yang kini hanya 1% dari pagu DAU nasional, berkurang separuh dari tahun-tahun sebelumnya sebesar 2% dari pagu DAU nasional. Dengan Dana Otsus yang telah menyusut itu, kata Usman, seharusnya ada terobosan-terobosan dari Pemerintah Aceh dan DPRA untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran dengan membuka lapangan kerja baru.
“Menghidupkan sektor-sektor industri, sektor pertanian, agro industri, perikanan, dan pariwisata. Ini yang harus dikembangkan,” ujar Usman.
Usman menyebut sektor-sektor itu yang harus menjadi prioritas eksekutif dan legislatif Aceh. Jangan sampai anggota DPRA terkesan tidak peduli kepada rakyat.
“Hari ini sepertinya mereka (DPRA) mengabaikan rakyat, padahal kondisi ekonomi rakyat Aceh saat ini sangat memprihatinkan,” ucap Usman.
Seharusnya, kata Usman, mengatasi permasalahan yang dihadapi rakyat menjadi skala prioritas, bukan fokus perjalanan dinas ke luar negeri. “Kalau bisa anggaran kunjungan ke luar negeri Rp2,4 miliar itu dialihkan saja ke sektor ekonomi produktif. Usaha produktif masyarakat Aceh harus didorong dengan fokus oleh pemerintah,” pungkasnya.[]
Penulis: Adam Zainal