Minggu, September 15, 2024

Pengukuhan Tim Pemenangan Bintang-Faisal...

SUBULUSSALAM - Bakal Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam, H. Affan Alfian Bintang,...

Hari ke 3 Arung...

KUTACANE - Hingga hari ketiga penyelenggaraan pertandingan (Sabtu, 14 September 2024) tim Provinsi...

Pengumuman Penerimaan Masukan dan...

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KOTA SUBULUSSALAM PENGUMUMAN NOMOR: 442/PL.02.2-Pu/1175/2024 TENTANG PENERIMAAN MASUKAN DAN TANGGAPAN MASYARAKAT PASANGAN CALON...

SKK Migas dan KKKS...

SATUAN Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)...
BerandaNewsAKA: Kepala Daerah...

AKA: Kepala Daerah Bertanggung Jawab Mengawasi Proses Tender

BANDA ACEH – Ketua IV – Bidang Kelembagaan dan Hukum Badan Pimpinan Pusat Asosiasi Kontraktor Aceh (BPP-AKA), Mansur S., mengatakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku, kepala daerah memiliki tanggung jawab terhadap pengawasan proses tender pemilihan penyedia. Ironisnya, kata Mansur, masih ada oknum pejabat di daerah yang mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, sehingga tender dilaksanakan di luar ketentuan berlaku.

“Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Begitulah perumpamaan gambaran tentang proses tender pemilihan penyedia di lingkungan pemerintah yang sering kita lihat selama ini,” kata Mansur dalam keterangan tertulis diterima portalsatu.com, Kamis, 10 Juni 2021.

Mansur mengungkapkan, paling menyakitkan bagi penyedia jasa adalah “banyak jalan menuju Roma” yang digunakan oknum-oknum panitia (Pokja Pemilihan) untuk mencari kesalahan sebagai alasan untuk menggugurkan dokumen penawaran terendah peserta tender yang bukan arahan.

“Padahal, belum tentu alasan digugurkan penawaran terendah mengacu kepada ketentuan yang mengatur di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dan dokumen penawaran salah satu peserta yang ditetapkan pemenang oleh Pokja Pemilihan belum tentu sempurna sesuai ketentuan,” ungkap Mansur.

Mansur menyebutkan dalam dunia pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya pemilihan penyedia jasa konstruksi, sebagaimana dalam pertimbangan hukum tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 huruf (b) bahwa “Penyelenggaraan jasa konstruksi bertujuan mewujudkan ketertiban penyelenggaraan jasa konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Di samping itu, kata Mansur, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Pada pasal 121 huruf (a) menyebutkan bahwa “Pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi dilakukan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi”, juncto paragraf 3 “Pengawasan dilakukan oleh gubernur”, dan pada paragraf 4 “Pengawasan oleh bupati/wali kota”.

Dalam pasal 132 ayat (1) ditegaskan bahwa “Bupati/Wali Kota melakukan pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pasal 121 terhadap pembiayaan yang berasal dari anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota”.

Pasal 133 disebutkan juga bahwa “Pengawasan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi meliputi pengawasan terhadap proses pemilihan penyedia jasa dan pengawasan terhadap kontrak kerja konstruksi”.

Bahkan, kata Mansur, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, salah satu tujuan pembentukannya adalah mewujudkan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money). Pada pasal 7 disebutkan bahwa “Seluruh pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa wajib mematuhi etika menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara, menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi, tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah”.

“Dan tidak jarang masih juga ada oknum pejabat di daerah yang mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya tender jasa konstruksi, sehinga dalam pelaksanaan tender dilaksanakan di luar ketentuan yang berlaku,” ujar Mansur.

Seharusnya, kata Mansur, sebagai pejabat daerah yang diberikan tanggung jawab dan kewenangan mengawasi proses pengadaan barang dan jasa, pejabat daerah (gubernur/bupati/wali kota) harus bersikap profesional dalam pelaksanaan tender jasa konstruksi, demi kualitas pekerjaan proyek pembangunan di masa yang akan datang. Pihak rekanan/penyedia pun harus mampu bersaing secara profesional dalam mendapatkan pekerjaan jasa konstruksi.

Dari beberapa regulasi di atas, menurut Mansur, dapat disimpulkan bahwa ini adalah salah satu bentuk keseriusan dan komitmen pemerintah mengawal serta mengawasi setiap proses pengadaan barang dan jasa. Tidak hanya saat pelaksanaan kontrak, namun gubernur/bupati/wali kota telah diberi kewenangan melakukan tanggung jawab pengawasan sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, pada pasal 121 jo pasal 129 sampai pasal 135.

“Pengawasan tersebut untuk mencegah terjadinya pemborosan keuangan negara dari praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme),” pungkas Mansur S.[](ril/*)

Baca juga: