LHOKSUKON – Pimpinan DPRK Aceh Utara merespons pernyataan eksekutif yang menyebutkan bahwa dalam pembahasan bersama menindaklanjuti hasil evaluasi Gubernur Aceh terhadap RAPBK 2021, Panggar Dewan tidak sependapat untuk dimasukkan dana hibah pemerintah pusat Rp16,525 miliar lebih.
Ketua DPRK Aceh Utara, Arafat, mengatakan persoalan ini terjadi akibat kelalaian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang tidak memasukkan dana hibah pusat itu dalam Rancangan Kebijakan Umum APBK serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (RKUA-PPAS) hasil penyesuaian, dan Rancangan Qanun APBK (RAPBK) 2021. Padahal, pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mentransfer anggaran tersebut ke Kas Daerah Aceh Utara pada September 2020, jauh sebelum “ketuk palu” RAPBK 2021.
“Ditransfer dana itu dari pusat ke Kas Daerah pada September 2020. Surat disposisi Bupati ke Sekda atau BPKD (Badan Pengelolaan Keuangan Daerah) selaku TAPD tanggal 27 November 2020 (terkait dana tersebut). Kemudian, 29 November, ada rapat finalisasi anggaran antara TAPD dan Panggar (Pantia Anggaran Dewan) terkait struktur anggaran supaya saat ketuk palu pada 30 November 2020 pagunya sudah tepat,” kata Arafat kepada portalsatu.com melalui telepon seluler, Rabu, 17 Februari 2021, sore.
Menurut Arafat, berdasarkan laporan Panitia Anggaran Dewan kepada dirinya sebagai Pimpinan DPRK, pihak Panggar sudah mempertanyakan kepada TAPD saat rapat finalisasi anggaran sebelum persetujuan bersama alias ketuk palu terhadap RAPBK 2021. “Ditanyakan oleh Panggar ketika itu, apakah masih ada anggaran dari APBN yang belum dimasukkan dalam RAPBK? Dijawab oleh TAPD, tidak ada lagi, sudah semuanya. Sehingga diambillah sikap bersama bahwa pagu APBK sekian hingga ketuk palu,” ungkapnya.
Ternyata, kata Arafat, setelah keluar hasil evaluasi Gubernur Aceh terhadap RAPBK Aceh Utara 2021, TAPD baru menyampaikan bahwa masih ada dana hibah pusat untuk kegiatan di bawah BPBD yang belum dimasukkan dalam RAPBK 2021. Mengetahui hal itu, kata dia, Panggar Dewan kaget dan kecewa terhadap TAPD. Panggar Dewan pun mempersoalkan mengapa TAPD tidak memasukkan dana hibah tersebut dalam RAPBK 2021 jauh sebelum ketuk palu.
“Kenapa tidak dimasukkan dalam KUA-PPAS, kenapa tidak dimasukkan dalam RAPBK, padahal masih ada kesempatan untuk dibahas bersama. Kenapa khusus dana itu tidak masuk, yang lain semua masuk? Jadi, persoalan ini akibat kesilapan atau kekeliruan dari TAPD bahwa ini tidak dilaporkan sebelum ketuk palu. Maka TAPD jangan menyalahkan DPRK yang dalam hal ini Panggar. Karena Panggar sudah mempertanyakan kepada TAPD, masih ada atau tidak yang belum dimasukkan. Dijawab, sudah semua. Sehingga dilakukan finalisasi anggaran pada 29 November, dan 30 November 2020 ketuk palu,” tutur Arafat.
Arafat menjelaskan DPRK sempat mengembalikan RKUA-PPAS 2021 kepada TAPD. Setelah dilakukan penyesuaian, TAPD kemudian menyampaikan kembali RKUA-PPAS bersamaan dengan RAPBK 2021 kepada DPRK dalam rapat paripurna pada 11 November 2020. Artinya, kata Arafat, ada kesempatan bagi TAPD memasukkan dana hibah dari pusat itu dalam RKUA-PPAS dan RAPBK 2021 untuk dapat dibahas bersama Panggar Dewan. “Seharusnya, saat DPRK mengembalikan KUA-PPAS itu, dimasukkan pagu tersebut,” ucap Ketua DPRK ini.
Soal pernyataan pihak Pemkab Aceh Utara dana hibah dari pusat tersebut akan dimasukkan dalam Perbup Perubahan Penjabaran APBK Tahun 2021, Arafat mengatakan, “selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan aturan yang berlaku, ya, silakan. Tapi, yang perlu kita sampaikan hari ini, DPRK tidak pernah menghambat itu, karena untuk kepentingan masyarakat dan daerah. Yang menjadi persoalan, ini terjadi akibat kekeliruan TAPD tidak melaporkan kepada Panggar dalam pembahasan, atau saat finalisasi pagu anggaran untuk ketuk palu”.
Arafat menyayangkan jika pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk penanganan pascabencana di Aceh Utara, yang sudah direncanakan BPBD, kini menjadi tertunda sementara waktu ekses tidak dimasukkan dana hibah dari pusat itu dalam RAPBK 2021 sebelum ketuk palu.
“Maka persoalan seperti ini jangan sampai terulang lagi dalam pembahasan anggaran ke depan. Jadi, bek silap droe tim TAPD, peusalah ureung laen (jangan karena kesilapan/kealpaan TAPD, menyalahkan orang lain/dewan). Kenyataannya tidak dimasukkan dalam RAPBK, bagaimana dibahas oleh Panggar,” kata Arafat.
Arafat menambahkan, berdasarkan penjelasan Panggar DPRK, saat rapat dua pihak untuk menindaklanjuti hasil evaluasi Gubernur terhadap RAPBK Aceh Utara 2021, Panggar sempat menanyakan kepada Kepala BPKD, Salwa. “Kiban nyoe menurut droe neuh, Buk Salwa? Buk Salwa menjawab, lon beurangkaban jeut, peutamong jeut, han pih jeut (Bagaimana menurut Buk Salwa? Buk Salwa menjawab, dimasukkan boleh, tidak dimasukkan pun boleh). Dalam rapat itu, Pak Sekda tidak hadir, sehingga dari TAPD yang datang BPKD,” kata Arafat mengutip keterangan pihak Panggar Dewan.
Menurut Arafat, dalam rapat dengan Panggar Dewan saat itu, seharusnya Kepala BPKD memberikan pandangan-pandangan atau semacam telaah staf. “Panggar ada meminta semacam telaah staf, misalnya bagaimana prosesnya, tapi tidak disampaikan data tersebut,” katanya.
(Hendra Yuliansyah. Foto: dok./istimewa)
Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua I DPRK Aceh Utara, Hendra Yuliansyah, juga mengatakan persoalan tersebut terjadi akibat TAPD tidak terbuka kepada Panggar Dewan. “Dana itu masuk ke Kas Daerah akhir September 2020. Seharusnya, dimasukan dalam KUA-PPAS dan RAPBK 2021, karena masih ada waktu yang cukup panjang, 30 November baru kita ketuk palu. Kenapa tidak dimasukkan, padahal dalam bulan (November) itu tiap hari pembahasan anggaran,” ujar Hendra melalui telepon seluler, Rabu sore.
“Jadi, kenapa saat rapat untuk menindaklanjuti hasil evaluasi Gubernur (terhadap RAPBK Aceh Utara 2021), baru disampaikan ada dana itu. Sebelumnya, mengapa tidak disampaikan kepada dewan,” kata Hendra.
Oleh karena itu, Hendra berharap ke depan TAPD terbuka kepada DPRK. “Harus transparan, kalau memang ada dana seperti itu, mengapa tidak disampaikan, walaupun dana hibah yang sudah lama dibuat proposal. Ada Komisi-Komisi DPRK kan bisa dibahas. Misalnya, dibahas dulu dengan komisi bidang keuangan. Kemudian karena waktu pembahasan masih panjang, mengapa tidak disampaikan saat rapat dua pihak. Mengapa justru baru disampaikan setelah keluar hasil evaluasi Gubernur,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRK Aceh Utara, Mulyadi CH., alias Mukim Mulyadi, dihubungi portalsatu.com, Rabu sore, mengatakan, “(konfirmasi) langsung dengan Ketua Panggar, atau Ketua (DPRK) langsung. Saya no comment untuk sementara”.
Diberitakan sebelumnya, Kabag Humas Setdakab Aceh Utara, Andree Prayuda, dalam siaran persnya, Rabu, 17 Februari 2021, menjelaskan anggaran tersebut ditransfer oleh BNPB kepada Pemkab Aceh Utara pada September 2020, dan masuk ke kas daerah.
Dana hibah tersebut didasarkan atas usulan Pemkab Aceh Utara kepada BNPB untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Rencana penggunaannya juga telah dilakukan proses asistensi yang dituangkan dalam berita acara antara BNPB dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara serta BPBD Provinsi Aceh.
“Namun, karena transfer dana kita terima di akhir tahun, sehingga kegiatan di lapangan tidak bisa berjalan total, karena kegiatan-kegiatan tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang ada, dimulai dengan proses lelang dan lain-lain. Makanya hingga sekarang dana tersebut masih utuh tersimpan dalam kas daerah,” kata Andree.
Menurut Andree, BPBD Aceh Utara kemudian pada 27 November 2020 mengusulkan kembali kegiatan-kegiatan yang didanai dengan anggaran Rp16,525 miliar tersebut agar dimasukkan kembali ke dalam APBK tahun 2021.
Akan tetapi, kata Andree, saat itu rencana pendapatan, belanja dan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) sudah dibahas bersama antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Panitia Anggaran (Panggar) DPRK Aceh Utara untuk disepakati bersama paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran berakhir, yaitu paling lambat 30 November 2020.
“Atas dasar ini TAPD berkesimpulan bahwa usulan ini tidak dikirim untuk dimasukkan ke dalam Rancangan APBK tahun anggaran 2021 yang akan disepakati bersama. Tapi hal ini akan didiskusikan dengan Tim Evaluasi Rancangan APBK tahun anggaran 2021 untuk mencari solusi terhadap permasalahan tersebut,” tambah Andree.
Hasilnya, lanjut Andree, dapat dimasukkan karena anggaran sudah tersedia dalam kas daerah dan penggunaannya juga sudah ditentukan dalam perjanjian antara Bupati dengan pihak BNPB. “Maka akan dimasukkan bersamaan dengan pembahasan bersama tindak lanjut hasil evaluasi rancangan tentang APBK tahun anggaran 2021, karena hasil evaluasi tersebut akan ditandatangani bersama antara pimpinan DPRK dan Kepala Daerah,” ujarnya.
“Ternyata dalam pembahasan bersama terhadap hasil tindak lanjut evaluasi Gubernur antara Panggar DPRK dengan TAPD, Panggar DPRK tidak sependapat untuk dimasukkan anggaran ini,” kata Andree.
Sampai akhirnya APBK Aceh Utara tahun anggaran 2021 ditetapkan pada 30 Desember 2020 setelah melewati kajian dari Biro Hukum Pemerintahan Provinsi Aceh dengan Surat Sekretaris Daerah Nomor 180/19565 tanggal 29 Desember 2020 Perihal Pemberian Nomor Registrasi Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Utara Tentang APBK Tahun Anggaran 2021, anggaran Rp16,525 miliar tersebut tidak dimasukkan dalam Qanun APBK Tahun Anggaran 2021.
“Berdasarkan ketentuan yang ada, bahwa anggaran tersebut dapat dimasukkan dalam Perbup Perubahan Penjabaran APBK Tahun 2021 mengingat anggaran hibah tersebut sudah jelas peruntukannya dan dananya juga telah tersedia. Anggaran tersebut tidak akan digunakan untuk belanja yang lain,” pungkas Andree.[](nsy/fzl)