BANDA ACEH – Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh mempertanyakan konsistensi audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh terkait perhitungan kerugian negara dalam kasus korupsi Aceh World Solidarity Cup (AWSC) 2017.
Pertanyaan terhadap konsistensi pemeriksaan itu disampaikan anggota majelis hakim Faisal Mahdi, SH, MH, kepada saksi ahli BPKP Aceh Muhammad Heru Ramadhan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh dalam sidang lanjutan kasus Tsunami Cup itu, Jumat, 11 Maret 2022.
“Pinjaman dari panitia Anda anggap sebagai pemasukan, tapi utang tidak dianggap sebagai kerugian. Jadi bagaimana ini, sebagian diterima sebagian tidak. Kesannya BPKP tidak konsisten dalam laporannya. Bisa dijelaskan bagaimana mekanisme Anda menghitung kerugian negara dari kasus AWSC ini?” tanya Faisah Mahdi.
Muhammad Heru Ramadhan menjawab bahwa perhitungan kerugian negara itu tidak dilakukan oleh dirinya seorang, tapi oleh tim dengan menerap mekanisme audit yang berlaku di BPKP. Ia juga tidak mengetahui berapa kerugian negara yang dilakukan oleh Simon dan Sa’adan, dua terdakwa dalam kasus tersebut. Hanya saja ia menjelaskan ada kerugian negara sebesar Rp 2,8 miliar.
Menurut Muhammad Heru Ramadhan, dalam versi tim audit BPKP, dana yang dimasukkan Muhamamd Zaini Yusuf sebesar Rp2,6 miliar itu dianggap sebagai sumbangan yang tidak mengikat, sehingga tidak dianggap sebagai utang yang harus dibayar panitia.
Faisal Mahdi kemudian juga menanyakan kebenaran dari dana Rp2,6 miliar itu, apakah benar ada atau tidak. Terhadap pertanyaan tersebut Muhammad Heru Ramadhan menjelaskan, jika melihat jumlah dana masuk dan jumlah pengeluaran dalam laporan panitia, maka jumlah dana Rp2,6 miliar itu benar ada.
Sebelumnya, dalam sidang yang dipimpin oleh Muhifuddin, SH, MH, selaku hakim ketua, Faisal Mahdi, SH, MH, dan Dr. Edwar, SH, MH, sebagai hakim anggota itu, penasihat hukum terdakwa Simon, Yahya Alinsa, SH, Dr. Ansharullah Ida, SH, MH, dan Syamsul Rizal, SH, mempertanyakan kapasitas Muhammad Heru Ramadhan sebagai saksi ahli. Pasalnya, jabatan Muhammad Heru Ramadhan baru tingkat “terampil” bukan ahli.[]