BANDA ACEH – Karyawan sekaligus pengurus inti Serikat Pekerja Grand Nanggroe Hotel (SP. GNH) yang merasa diputuskan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh manajemen perusahaan, menggelar unjuk rasa di depan Hotel Grand Nanggroe Banda Aceh, Senin, 25 April 2022. Aksi itu merupakan salah satu upaya menuntut hak-hak normatif mereka kepada pihak perusahaan perhotelan tersebut.
Dalam aksi yang dimulai sekitar 10.30 WIB hanya berlangsung lebih kurang satu jam. Para pekerja turut membawa sejumlah poster (karton) bertuliskan sejumlah tuntutan. Amatan postalsatu.com, mereka juga turut didampingi perwakilan Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Tenaga Kerja (Aspek) Indonesia Provinsi Aceh, TUCC dan LBH-YLBHI Banda Aceh. Sejumlah aparat kepolisian turut mengawal jalannya aksi di halaman hotel.
Baru beberapa menit aksi dimulai, pihak manajemen perusahaan keluar dari dalam hotel dan meminta peserta aksi untuk mengutus perwakilan guna negosiasi di halaman hotel. Tidak lama kemudian, ditemani dua orang temannya, Dirwan selaku Ketua SP.GNH yang juga menjadi korban PHK sepihak ini masuk ke halaman hotel.
BACA: Grand Nanggroe PHK Tujuh Karyawan Pengurus Inti Serikat Pekerja
Di sana mereka diterima oleh M . Ali Daud, Bidang Sumber Daya atau Human Resources Development (HRD) Grand Nanggroe Hotel (GNH) Banda Aceh. Hadir juga Sekretaris DPW Aspek Provinsi Aceh, Muhammad Arnif. Sambil berdiri di tempat yang sedikit teduh, mereka mencoba berunding soal hak-hak yang dituntut karyawan PHK.
Pertemuan diawali dengan pembacaan tuntutan oleh perwakilan karyawan PHK. Tuntutan tersebut antara lain mengecam dan menolak tindakan PHK sepihak yang dilakukan Manajemen Hotel Grand Nanggroe terhadap tujuh orang pengurus dan anggota SP.GNH, mendesak perusahaan memanggil kembali pekerja, menuntut perusahaan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri tahun 2022 dan tunjangan meugang.
Mereka juga menuntut perusahaan membayar upah dan hak normatif lainnya setiap bulan selama proses hingga adanya putusan PPHI, menuntut perusahaan menjalankan isi nota pengawasan ketenagakerjaan dan mendesak pemerintah / Dinas Tenaga Kerja Provinsi Aceh mengambil tindakan tegas bila perusahaan tidak menjalankan isi nota pengawasan.
Menanggapi tuntutan itu, HRD Grand Nanggroe, M Ali Daud, mengatakan untuk saat ini pihaknya belum dapat memastikan akan menjalankan semua tuntutan tersebut. Pasalnya, kata dia, dalam dua kali pertemuan antara perusahaan dengan serikat pekerja (bipartit) tidak ada titik temu karena karyawan yang di-PHK tidak memberi jawaban.
“Karena itu, persoalan ini kami sudah sampaikan kepada Dinas Tenaga Kerja untuk diselesaikan di sana. Karena dua kali bipartit tidak ada titik temu, maka kita akan masuk tripartit,” jawabnya.
BACA: Grand Nanggroe PHK Pengurus Serikat, DPW Aspek: Tindakan Memberangus Serikat Pekerja
Sedangkan untuk tuntutan THR dan tunjangan meugang, tambahnya, sesuai aturan ketenagakerjaan itu tidak dapat diberikan kepada karyawan yang tidak bekerja lagi selama bulan Ramadhan. “Namun ini nanti kita serahkan kepada Dinas Tenaga Kerja. Mungkin saja ada jalan keluar sehingga semuanya dapat titik temu yang baik,” katanya lagi.
Saat ditanya wartawan kenapa mayoritas karyawan di-PHK merupakan pengurus Serikat Pekerja Grand Nanggroe Hotel? M. Ali Daud mengatakan, PHK ini tidak ada kaitan-nya dengan serikat pekerja, tetapi murni kebijakan perusahaan dalam mengurangi karyawan. “80 persen karyawan yang masih bekerja saat ini juga berserikat pekerja,” jawabnya.
Jawaban M. Ali Daud HRD Grand Nanggroe ini, dianggap bertolak belakang dengan kenyataan oleh pihak DPW Aspek Provinsi Aceh, Trade Union Care Center (TUCC) dan para karyawan di-PHK. Menurut Sekretaris DPW Aspek Provinsi Aceh, Muhammad Harnif, ada dua persoalan dalam PHK tujuh karyawan Hotel Grand Nanggroe ini.
“Pertama terkait upaya memberangus serikat pekerja dan kedua terkait PHK sepihak perusahaan terhadap karyawan-nya. Jadi tidak benar dalam persoalan PHK ini tidak ada penilaian terhadap serikat pekerja. PHK juga dilakukan sepihak, artinya, tidak ada alasan jelas kenapa PHK ini terjadi. Sehingga belum berkekuatan tetap, maka, mereka masih tetap sebagai karyawan dan layak mendapat hak-hak normatif mereka,” jelasnya.
Senada dengan Arnif juga disampaikan Direktur TUCC, Habibi Inseuen. Kata dia, dalam persoalan PHK sepihak karyawan ini terjadi dua persoalan. “Upaya memberangus serikat pekerja dan melakukan PHK sepihak. Maka hak-hak normatif pekerja tetap harus dituntut,” katanya.
Siap ke Pengadian
Sementara itu pihak Manajemen Perusahaan Grand Nanggroe mengatakan, apabila nantinya tidak tercapai titik kesepakatan antara perusahaan dan pekerja di Dinas Tenaga Kerja, pihaknya juga siap apabila harus diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). “Kalau harus ke PHI perusahaan juga harus siap,” tegasnya.
DPW Aspek Provinsi Aceh sebagai induk asosiasi pekerja dan TUCC sebagai LSM pekerja atau buruh juga menyatakan akan selalu mendampingi para pekerja PHK yang menuntut hak-hak mereka. “Kemungkinan memang harus ke PHI, apabila nantinya hak-hak normatif karyawan PHK sepihak ini tidak diselesaikan secara arif dan bijaksana oleh pihak manajemen perusahaan,” tegas mereka. [](red)