LHOKSEUMAWE – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak penyidik Kejari Lhokseumawe menangkap aktor kasus dugaan korupsi pada pengelolaan PT Rumah Sakit Arun tahun 2016-2022.
Desakan itu disampaikan Koordinator MaTA, Alfian, Jumat, 5 Mei 2023, merespons berita tentang Kejari Lhokseumawe menyita uang Rp3.178.400.000 sebagai barang bukti kasus dugaan korupsi pada pengelolaan PT Rumah Sakit Arun. Uang Rp3,1 miliar lebih itu disita penyidik setelah dikembalikan pihak PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL) kepada Kejari Lhokseumawe, Jumat, 5 Mei 2023. Sebelumnya, uang tersebut ditransfer pihak PT RS Arun ke rekening PTPL pada tahun 2022 lalu.
Baca:Â https://portalsatu.com/kasus-pt-rumah-sakit-arun-jaksa-sita-uang-rp31-miliar-yang-dikembalikan-ptpl/
Alfian menegaskan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. “Jadi, tugasnya Kejaksaan bukan hanya menyelamatkan kerugian keuangan negara hasil korupsi saja, tapi para pelaku dapat ditindak sesuai hukum berlaku. MaTA mengingatkan, tren pengembalian keuangan negara sudah menjadi pola yang sengaja dibangun antara pelaku dan penyidik, tapi tindakan hukumnya sama sekali tidak dijalankan,” ujarnya.
Oleh karena itu, MaTA mengingatkan Kejari agar tidak melindungi aktor dan penikmat uang yang diduga hasil korupsi. “Dalam kasus korupsi Rumah Sakit Arun, ada aktornya yang memiliki kekuasaan atas pemerintah dan menikmati hasil korupsi,” ungkap Alfian.
“Banyak kasus, aktor selalu diselamatkan. Seperti kasus pembangunan tanggul Cunda-Meuraksa (sumber dana Otsus tahun 2020). Bagaimana peran jaksa saat itu bekerja untuk menyelamatkan aktor. Padahal kasusnya sangat terbuka berdasarkan audit BPKP, terjadi perampokan keuangan Kota Lhokseumawe. Pertanyaan kami, apakah Kejari mau coba bermain dengan kasus ini lagi? Publik memiliki kewajiban menagih akuntabilitas kinerja agar adanya kepastian hukum,” tegas aktivis antirasuah itu.
Menurut Alfian, Rumah Sakit Arun saat ini menjadi aset Pemerintah Kota Lhokseumawe dan RS tersebut bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. “Artinya mereka mengelola anggaran APBN. Jadi, kalau ada yang bilang mereka (RS Arun) tidak mengelola anggaran negara jelas keliru. Apalagi objek fasilitasnya milik pemerintah,” ujarnya.
MaTA juga mempertanyakan kepada 25 Anggota DPRK Lhokseumawe yang hanya diam apa yang terjadi terhadap tata kelola Rumah Sakit Arun. “Padahal berdampak buruk terhadap pelayanan publik yang seharusnya mereka (dewan) sudah dipilih dan mendapatkan gaji dari warga Lhokseumawe harus berjuang. Atau mereka juga penikmat hasil rampokan keuangan tersebut?” Alfian mempertanyakan.[](nsy)