Kelapa Bakar Rempah Bang Is membawa saya pada romansa masa silam. Ada kenikmatan yang hangat dari setiap sedotannya.
“Yang alami, apa pakai rempah?” tanya Bang Is ketika saya tiba di kiosnya, kawasan Jalan Laksamana Malahayati, Desa Baet, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar.
Saya tersenyum. Dua setengah detik kemudian, Bang Is menyodorkan daftar menu kelapa bakar kepada saya. Setelah melihat-lihat, saya jawab “Yang pakai rempah dan madu saja.” Bang Is mengangguk. Pria hitam manis itu mempersilakan saya duduk.
Bang Is bolak-balik dari tungku pembakaran kelapa ke tempat mengupas kulit kelapa. Tungku dari drum minyak bekas itu hitam legam karena asap. Di dasar tungku penuh bara. Di atas bara ada susunan besi pemisah antara bara dengan belasan kelapa muda yang kulitnya juga sudah menghitam akibat pembakaran.
Bang Is mengupas kulit kelapa dengan parang. Dia hanya menyisakan sebagian kecil kulit kelapa di sekitar batoknya.
Baca Juga: Pertunjukan Mop Mop Aceh Akan Tampil di TV Nasional
Istri Bang Is menghidang kelapa-kelapa bakar yang dibumbui dengan rempah-rempah kepada pelanggan. Sebelum saya, sudah delapan pelanggan menunggu di belakang meja. Enam pria, dua wanita. Saya harus menunggu giliran untuk bisa menikmatinya. Belum sepuluh menit saya duduk, sudah datang lagi tiga pria yang juga memesan kelapa bakar.
Bang Is semakin sibuk melayani orderan pelanggan. Sekitar lima belas menit kemudian pesanan saya tiba. Kelapa bakar itu sudah dibuka bagian atasnya. Isi kelapa bakar yang sudah dikerok mengapung dalam air kelapa panas yang warnanya agak kecokelatan. Sebatang serai bersama sendok dan pipet dimasukkan ke dalamnya.
Saya sudah tak sabar untuk menikmatinya. Tapi saya biarkan dulu batang serai yang sudah diremukkan bagian bawahnya itu menyatu dalam air kepala. Saya aduk pelan. Aroma rempah dan madu menggoda saya. Sedotan pertama, lidah saya langsung merasa nikmat.
Air kelapa bakar rempah memang lebih enak dinikmati saat masih panas. Seorang pria di meja depan saya terlihat mengambil tisu membersihkan jidatnya dari manik-manik keringat. Dia sangat menikmati setiap sedotan air kelapannya. Sesekali pria itu tersenyum. Dia tampak terlalu memaksa diri dan buru-buru menikmati air kepala panas itu hingga keringatnya bercucuran.
Tak mau bernasib sama seperti pria itu, saya hanya makan daging kelapa yang mengapung dalam batoknya. Setelah semua daging itu habis, air kelapa bakar yang tadi lumayan panas, kini terasa hangat, dan nikmat. Beragam rasa ketika menyedot air kelapa bakar itu, mulai dari kehangatan menjalar di kerongkongan, pedas dari ramuan rempah-rempah, manis madu, hingga aroma serai. Rasa yang nano-nano itu membuat badan lebih hangat.
Bang Is menjelaskan kelapa bakar rempah-rempah itu kaya akan manfaat. Di antaranya, bisa meningkatkan daya tahan atau imun tubuh, mengatasi masuk angin, sakit pinggang, dan diabetes, mencegah batu ginjal, membersihkan racun dalam tubuh, serta mencegah asam urat.
Menyedot air kelapa bakar itu, ingatan saya melayang ke romansa masa silam. Ketika masih di sekolah dasar di kampung, setiap bulan Ramadan kami membakar kelapa muda di bawah tungku memasak kanji di meunasah. Kelapa muda bakar itu, air dan dagingnya, kami nikmati saat berbuka puasa. Tapi pada masa kecil itu kami tak menggunakan rempah.
Begitulah, kelapa bakar rempah-rempah Bang Is membawa saya melayang ke masa silam.[]