LHOKSUKON – Penjabat Bupati Aceh Utara Azwardi kembali turun ke lokasi proyek Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase di perbatasan Kecamatan Meurah Mulia dan Nibong, Kamis, 2 Maret 2023, sore. Pj. Bupati Azwardi melihat proyek bersumber dari APBN tahun 2021 dengan nilai kontrak Rp44,8 miliar itu masih mangkrak. Pj. Bupati juga menerima informasi dari tokoh masyarakat setempat bahwa rekanan proyek tersebut menunggak rekening listrik Rp125 juta, dan belum membayar utang ratusan juta rupiah kepada pemasok material.
Pj. Bupati Azwardi didampingi Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Aceh Utara Erwandi, Kabag Protokol Pimpinan Setda Aceh Utara Muslem Araly, Camat Meurah Mulia Andre Prayuda, dan Kapolsek Meurah Mulia Ipda Ramadhan, mulanya mendatangi Kompleks Kantor dan Gudang PT Rudy Jaya, rekanan proyek Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase, di Desa Lubok Tuwe, Meurah Mulia.
Kadatangan Pj. Bupati disambut sejumlah tokoh masyarakat Lubok Tuwe, termasuk Ketua Forum Komunikasi Peduli Petani Krueng Pase Kecamatan Meurah Mulia, Ismail Yusuf. Mereka membawa Pj. Bupati ke dalam gudang untuk melihat enam mesin pompa air dan pipa bantuan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra I.
Bantuan itu diterima pihak Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Leubok Tuwe, Rabu, 1 Maret 2023. Enam pompa berukuran 3 inci tersebut akan dimanfaatkan untuk pompanisasi sawah di lima desa supaya masyarakat bisa menanam padi. Lima desa itu Leubok Tuwe, Ujong Kuta Bate, Pulo Blang, Teungoh Kuta Bate, dan Beuringen, Kecamatan Meurah Mulia.
Baca juga: Kelompok Tani di Meurah Mulia Terima Enam Pompa Air Bantuan BWS Sumatra I, Ini Kata Pengawas P3A
Pj. Bupati Azwardi berpesan kepada masyarakat agar menjaga enam pompa air bantuan BWS Sumatra I itu dan mengoperasikan dengan baik untuk mengairi sawah.
Saat Pj. Bupati keluar dari gudang tersebut, masyarakat menunjukkan surat dari PLN ULP Lhoksukon tentang pemberitahuan pelaksanaan pemutusan rampung sambungan tenaga listrik, ditujukan kepada pelanggan atas nama Pompanisasi di Lubok Tuwe. Dalam surat tanggal 2 Maret 2023 itu tertulis penetapan tagihan susulan Rp125 juta lebih.
Masyarakat menyampaikan kepada Pj. Bupati bahwa PT Rudy Jaya asal Jawa Timur sejak membuka kantor operasional di Lubek Tuwe pada pengujung tahun 2021 lalu memakai listrik atas nama pelanggan Rumah Pompanisasi Lubok Tuwe. “Mereka memakai listrik sejak 2021 sampai sekarang tidak membayar tagihan sehingga sudah menunggak cukup banyak. Hari ini datang surat dari PLN tentang pemutusan listrik,” kata salah seorang tokoh masyarakat.
Menurut masyarakat, bangunan Rumah Pompanisasi Lubok Tuwe itu sudah ambruk ke sungai pada akhir 2022.
Pj. Bupati tampak terkejut melihat surat dari PLN terkait tunggakan rekening listrik mencapai lebih Rp125 juta. “Saya akan tunjukkan surat tunggakan listrik pihak rekanan Irigasi Krueng Pase ini kepada pihak Balai (BWS Sumatra I) di Banda Aceh,” ujar Azwardi di hadapan masyarakat.
Azwardi bersama tokoh masyarakat kemudian melihat kondisi salah satu mesin pompa air bantuan pemerintah tahun 1983 di ujung jembatan Lubok Tuwe. Masyarakat berencana memfungsikan kembali mesin pompa air yang sudah sangat tua itu setelah dilengkapi salah satu alat yang sebelumnya telah hilang. Namun, masyarakat juga berharap kepada Pj. Bupati agar membantu mesin pompa air yang baru agar pompanisasi sawah lebih maksimal untuk sejumlah desa lainnya di Meurah Mulia.
Pj. Bupati kemudian melihat lokasi proyek Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase yang masih mangkrak. Di lokasi itu, Pj. Bupati diterima Camat Nibong Rizki Rasmana, Kapolsek Nibong, sejumlah Imum Mukim di Kecamatan Meurah Mulia, Nibong, Tanah Luas, dan Matangkuli, serta tokoh masyarakat lainnya.
Para tokoh masyarakat itu menyampaikan keluhan kepada Pj. Bupati terkait kondisi miris dialami para petani di sembilan kecamatan yang sudah beberapa kali gagal turun ke sawah dampak belum rampungnya Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase. Sembilan kecamatan itu Meurah Mulia, Nibong, Syamtalira Bayu, Samudera, Tanah Luas, Tanah Pasir, Syamtalira Aron, dan Matangkuli (Kabupaten Aceh Utara), serta Kecamatan Blang Mangat (Kota Lhokseumawe).
Di lokasi proyek tersebut tampak sejumlah alat berat ekskavator (beko) yang menurut masyarakat sudah beberapa bulan tidak dioperasikan lagi oleh pekerja dari PT Rudy Jaya.
Salah seorang pengusaha lokal juga menyampaikan kepada Pj. Bupati bahwa pihak PT Rudy Jaya belum membayar utang sekitar Rp800 juta setelah ia memasok material proyek termasuk bahan bakar minyak (BBM) untuk kebutuhan pekerjaan Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase itu.
Pj. Bupati Azwardi kepada wartawan di lokasi proyek itu mengatakan sudah mengecek langsung kondisi di lapangan. “Memang sekarang mangkrak. Listriknya pun menunggak, material belum dibayar. Inikan masalah internal perusahaan (PT Rudy Jaya),” ujar Azwardi.
Pj. Bupati berharap semua pihak yang terlibat dalam proyek tersebut segera menyelesaikan pekerjaan. “Karena kasihan masyarakat,” ujarnya.
“Kapasitas pemerintah daerah hari ini bagaimana mencari solusi agar bisa terbantu dan airnya bisa dialiri ke sawah. Solusi jangka pendek adalah pomponisasi, dan sudah ada beberapa pompa air yang akan difungsikan (untuk beberapa desa di Meurah Mulia). Nantinya tinggal mekanisme operasionalnya seperti apa, karena itukan membutuhkan biaya juga baik BBM, pekerja maupun sumber airnya yang harus dipastikan dari mana,” tutur Azwardi.
Pj. Bupati akan menyampaikan berbagai persoalan yang ia temukan di lapangan terkait proyek bersumber dari APBN itu kepada pihak BWS Sumatra I. “Karena kondisi yang kita lihat tidak seindah apa yang kita dengar,” ucapnya.
“Jadi, jangan setiap kita ke sini malah masalahnya bertambah (terkait proyek Bendung Irigasi Krueng Pase yang belum rampung). Nanti kita laporkan secara detail kepada Balai bahwa kondisinya sangat tidak normal. Informasinya tadi materialnya tidak dibayar, buruh kerja tidak dibayar, listrik menunggak, alat-alat berat ditinggalkan begitu saja. Yang paling miris ada seorang pekerja mau pulang (ke kampung asalnya) malah tidak dibayar gaji, kan kasihan,” ujar Azwardi.
Ketua Forum Komunikasi Peduli Petani Krueng Pase Kecamatan Meurah Mulia, Ismail Yusuf, mengatakan masyarakat sangat susah karena sudah tiga kali musim tidak bisa menanam padi. “Kalau memang pembangunan irigasi ini ditambah masa kontrak satu tahun lagi, berarti dua kali musim lagi masyarakat tidak bisa turun ke sawah, sehingga lima kali gagal.
Bayangkan lima kali masyarakat tidak turun ke sawah, bagaimana untuk kebutuhan makanan di rumah,” ujarnya kepada wartawan.
Ismail menyebut Penjabat Bupati sudah beberapa kali meninjau ke lapangan, dan telah menyampaikan kondisi proyek ini kepada Pj. Gubernur Aceh. “Pj. Gubernur juga telah menyurati Menteri PUPR. Sekarang tinggal perintah dari pusat kepada kontraktor. Jika ini tidak dilanjutkan pekerjaan maka tidak akan selesai,” tuturnya.
“Masyarakat tidak menanyakan kapan bendungan irigasi ini siap, tapi yang ditanyakan kapan bisa turun ke sawah untuk tanam padi. Inilah yang sangat kami harapkan kepada pihak terkait di tingkat pusat, tolong dipercepat pembangunan Irigasi Krueng Pase,” kata Ismail yang juga Pengawas P3A Leubok Tuwe.
Diberitakan sebelumnya, Pj. Bupati Aceh Utara, Azwardi, pada 4 Januari 2023, telah melakukan koordinasi dengan Kepala Dinas Pengairan Provinsi Aceh dan pihak Balai Wilayah Sungai Sumatra I terkait kelanjutan proyek Bendung Irigasi Krueng Pase. “Alhamdulillah, hasil koordinasi saya dengan Kadis Pengairan Aceh dan pihak Balai (BWS Sumatra I), Insya Allah, proyek Bendung Krueng Pase itu komitmennya dilanjutkan pekerjaannya sampai tuntas,” ujar Azwardi dikonfirmasi pada 5 Januari 2023 lalu.
Koordinator Lapangan PT Rudy Jaya, Laksmana Putra Sadhana, kepada wartawan, Kamis, 12 Januari 2023, mengatakan progres proyek Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase masih 40 persen. Dia menyebut kontrak kerja sejak November 2021, namun efektif bekerja di lapangan pada Mei 2022. Karena saat itu terjadi banjir, juga dilakukan pembebasan lahan, dan review design. Sehingga dilakukan mutual check awal atau MC-0 untuk penghitungan kembali volume item pekerjaan dan disesuaikan antara gambar rencana dengan kondisi lapangan. Acuan untuk kerja awal baru selesai akhir April 2022, dan startnya pada Mei 2022.
“Oleh karena itu, kita mengajukan penambahan waktu kepada pihak BWS Sumatra I. Sehingga kita bisa mendapatkan penambahan waktu, sesuai pengajuan kita enam bulan yang meminta penggantian (penambahan) waktu tersebut,” kata Laksmana.
Laksmana menyebut nilai kontrak Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase Rp44,8 miliar bersumber dari APBN. Item yang sudah dikerjakan seperti kantong lumpur bendung atau bagian awal dari saluran primer, mercu bendung, dan pintu air irigasi. “Item yang belum dikerjakan adalah daerah olakan atau hilirnya mercu, karena debit air di sungai itu terkadang membuat pengerjaannya terhambat di lapangan. Mudah-mudahan saat kondisi cuaca kemarau bisa mengerjakan item lainnya bisa mencapai 100 persen semua”.
“Untuk dinding tegak dan apron sudah ada, tapi pemasangan batu untuk dindingnya masih kurang. Kalau saya melihat gambaran di lapangan tinggal di (bagian) olakan saja yang harus kita bergulat dengan air. Yang lainnya tinggal di bagian atas semua,” ujar Laksmana.
Sebelumnya pihak perusahaan itu menargetkan pembangunan selesai pada Desember 2022. Faktanya, sampai sekarang belum tuntas.
Baca: Proyek Bendung Irigasi Krueng Pase Belum Tuntas, Begini Penjelasan Rekanan
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyebut proyek Rehabilitasi Bendung Irigasi Krueng Pase dengan pagu dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp56 miliar bersumber dari APBN 2021, dimenangkan PT Rudy Jaya, beralamat di Jawa Timur. Nilai kontrak proyek itu Rp44,8 M, sehingga selisih dari HPS sebesar 20% atau Rp11,2 M.
“Fakta lapangan, progres pekerjaan itu baru 35%. Seharusnya selesai di Desember 2022, tetapi malah mangkrak dan tidak ada kemajuan, sehingga petani mengalami gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan saat itu. Padahal, tujuan rehabilitasi irigasi untuk memperlancar air ke sawah agar para petani yang menggantungkan harapan hidupnya pada padi menjadi sejahtera, bukan malah sebaliknya,” kata Koordinator MaTA, Alfian, dalam keterangannya, Selasa, 7 Februari 2023.
Parahnya lagi, kata Alfian, para pihak seperti Kemeterian PUPR RI dan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) yang berkantor di Aceh diduga tidak melakukan langkah apapun dalam mempercepat realisasi pembangunan irigasi tersebut. “Mereka tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Alfian menyebut dampak buruk akibat belum tuntasnya proyek itu dialami petani sawah (11.000 Ha) di sembilan kecamatan.
Baca: MaTA Sorot Sejumlah Proyek APBN di Aceh Mangkrak, Bendungan Irigasi Hingga Rumah Susun Pesantren.[](red)