BANDA ACEH – Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat (AMM) Sada Kata Subulussalam melakukan aksi di Kantor BPN Aceh, Kamis, 18 Februari 2021. Aksi tersebut menuntut kejelasan terkait izin HGU PT Laot Bangko perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di wilayah Kota Subulussalam.
Irsadi, S. Psi selaku korlap AMM Saka mengatakan demontrasi ini dilakukan untuk memperjuangkan hak masyarakat Kota Subulussalam yang selama ini tidak dipedulikan sama sekali oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Laot Bangko.
“Kami menuntut kesejahteraan dan keadilan masyarakat Sada Kata, dan juga kami hari ini meminta kejelasan izin HGU PT. Laot Bangko, yang harus kita tau selama ini telah begitu lama rakyat menunggu haknya dari pihak perusahaan yang selalu di iming-iming oleh janji dari mereka, mereka sudah hidup susah selama 30 tahun, ada delapan desa mereka direbut haknya dan selalu menderita baik itu masalah konflik lahan, dan hak masyarakat yang menjadi totonan oleh para penguasa,” kata Irsadi.
Irsadi menyebutkan PT Laot Bangko telah habis masa hak guna usahanya pada 31 Desember 2019, tetapi sampai saat ini perusahaan itu masih juga beroperasi dan mengaruk hasil bumi Syekh Hamzah Fansuri.
“Kemana aparat kita, kemana para pemimpin kita, kemana hati nurani para pejabat dinas yang terkait dengan perusahaan tersebut,” pungkas Isardi selaku korlap aksi.
Menurut Irsadi, sebelum perusahaan sawit itu berakhir, PT Laot Bangko itu juga belum memberikan kebun plasma kepada masyarakat yang ada disekitar perusahaan tersebut. Padahal dalam UU 39 Tentang Perkebunan, yang bunyi setiap pengusaha perkebunan diharuskan membangun plasma seluas 20 persen dari luas konsensi hak guna usaha.
“Selama ini kami menilai perusahaan hanya memberikan janji manis, hingga koperasi plasma pun juga sudah dibentuk oleh desa, namun faktanya di lapangan sejauh ini belum ada progres bahkan lahan plasma saja belum jelas di mana letaknya,” ucap Irsadi.
Aksi tersebut meminta pemerintah melalui BPN Aceh untuk menghentikan aktivitas PT. Laot Bangko karena hak guna usaha (HGU) perusahaan tersebut telah habis sejak 2019 lalu.
“Kami juga meminta kepada perusahaan membuat komitmen secara tertulis untuk memenuhi hak-hak dan permintaan masyarakat, antara lain pemberian kebun plasma 20 persen, ganti rugi lahan, pemberian CSR, menyelamatkan hutan penyangga, tapal batas HGU, Upah karyawan sesuai UMP, jaminan kesehatan karyawan, membebaskan lahan sepanjang DAS, dan yang terakhir agar pihak terkait memberikan informasi yang transparan terkait status HGU, baik itu izin Land Clearing dan Izin andal,” Ujar Korlap Irsandi.
Menanggapi hal itu kepala BPN Aceh, Agustyarsyah meminta agar demostran dapat menyampaikan pesannya terlebih dahulu ke kabupaten kota.
“Kami meminta kepada anggota aksi, agar terlebih dulu melakukan koordinasi dengan pihak kabupaten kota atau pemko setempat, lalu nantinya kami akan menanggapi dan membantu,” ujar Agustyarsyah.
Sementara itu Irsandi menangapi bahwa sebelumnya mereka telah melakukan koordinasi pemerintah Kota Subulussalam, dan pihak pemerintah telah menfasilitasi rapat dengan masyarakat setempat tetapi samapai saat ini terkait dengan HGU dan plasma belum terpenuhi.
“Kami melakukan aksi dari pihak BPN Aceh tetapi Pihak BPN Aceh hari ini meminta kami melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota Subulussalam. Sebenarnya ada apa di balik ini semua, apa jangan-jangan ada hyperbola terkait ini dengan kasus ini,” Tegas Irsandi. (Zulfikri)