BerandaHeadlineHusniati Bantasyam: Partai Politik Terkesan Jadikan Kader Perempuan Sebagai Pelengkap Derita

Husniati Bantasyam: Partai Politik Terkesan Jadikan Kader Perempuan Sebagai Pelengkap Derita

Populer

BANDA ACEH – Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW-PPP) Aceh, Husniati Bantasyam, angkat bicara terkait keberadaan kader perempuan dalam politik Aceh.

Dihubungi portalsatu.com, Rabu malam, 18 Januari 2023, Husniati mengatakan ia resmi terjun ke dunia politik praktis pada 2018 lalu. Ia memilih jalan politik dan meninggalkan profesi lamanya sebagai seorang pegawai negeri sipil.

“Saya pansiun dini. Memilih jadi politisi. Pilihan itu saya ambil setelah mempertimbangkan konsekuensinya dengan matang,” katanya.

Setelah mengambil sikap untuk pensiun dini dari PNS, Husniati tak merasa menyesal, walaupun pada Pemilihan Legislatif 2019 lalu dirinya tak terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). “Itu sudah keputusan saya, terjun ke dunia politik tujuannya untuk memperjuangkan hak-hak para tenaga pendidik,” ujarnya.

Husniati mengatakan, selama ini nasib para guru kontrak di Aceh amat memprihatikan. Alasan itulah yang membuat dirinya memilih terjun ke dunia politik.

“Saya melihat keadaan pendidik, terutama para guru, termasuk guru kontrak dan guru bakti yang gajinya hanya 50 ribu sebulan, dan dibayar tiga bulan sekali,” ungkapnya.

Oleh karena itu, sebagai Ketua Koaliasi Barisan Guru Bersatu (Kobar-GB) Aceh, ia bertekad untuk memperbaiki masalah tersebut.

Baca juga: Ketua KPPI Aceh: Perempuan Harus Membuka Matanya pada Politik

Menurutnya, untuk memperbaiki persoalan tersebut, maka harus menjadi pengambil kebijakan. Artinya, harus menjadi pemangku jabatan. “Kalau kita bukan pengambil kebijakan, sulit untuk mengubah ini,” ucapnya.

Tekad Husniati terjun ke politik murni untuk memperbaiki persoalan yang sedang mendera para guru. Namun, perjuangan menjadi DPR Aceh belum tercapai pada 2019 lalu. Kegagalan tak membuatnya patah aral, ia tetap semangat dalam mensosialisasikan pentingnya pemahaman politik bagi kaum perempuan.

83 Perempuan dari 731 Anggota Parlemen

Sebagai seorang kader perempuan di PPP, Husniati menilai partisipasi kaum perempuan di Aceh terhadap politik sangat rendah. Dari sekitar 731 anggota dewan baik DPRA dan DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota), hanya 83 perempuan.

“Seharusnya ini menjadi perhatian setiap partai politik. Kenapa ini bisa terjadi. Padahal pemilih perempuan lebih banyak dari pemilih laki-laki,” sebutnya.

Ia menuturkan, yang menjadi masalah adalah kenapa perempuan tidak memilih perempuan. Untuk mengatasi permasalah tersebut, maka partai politik, baik partai nasional maupun partai lokal wajib mengkaderisasi perempuan di lintas partai sebagai anggota legislatif.

“Saya melihat permasalahan kader perempuan di partai apa saja hampir sama. Terkesan dijadikan sebagai pelengkap saja,” tutur Wakil Sekretaris Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Provinsi Aceh tersebut.

Selain itu, tambah Ketua Wanita Partai Persatuan Pembangun (WPPP) Aceh itu, kawan-kawan politisi perempuan lintas partai yang tergabung dalam KPPI selalu mengeluh perihal tidak adanya proses kaderisasi di partai mereka masing-masing.

“Perempuan hanya sebagai pelengkap derita. Seperti itu sampai dengan saat ini,” keluhnya.

Jadi, kata Husniati, kapan partai-partai politik itu sibuk. Ketika menjelang pemilu (pemilihan umum). Sekarang sudah mulai sibuk, mulai pinang-meminang kader perempuan untuk memenuhi kuota 30%. Hanya untuk mematuhi perintah undang-undang semata.

Permasalahan hari ini, sambung Husniati, untuk mencari perempuan yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan kualitas sangatlah sulit. Maka, saling rebutan. Padahal di Aceh perempuan banyak. “Itulah, akibat tidak adanya kaderasasi,” ujarnya.

Persoalan yang dialami politisi perempuan di Aceh, kata Husniati, memang sangatlah klasik. Langkah untuk mengatasi itu sebenarnya mudah. Partai-partai harus menempatkan perempuan pada posisi strategis di kepengurusan.

“Jangan menempatkan perempuan pada divisi-divisi pelengkap. Harusnya perempuan menjadi pengurus inti di setiap partai, baik wakil ketua, sekretaris maupun bendahara. Tetapi itu sulit terjadi, karena kepercayaan politisi laki-laki terhadap perempuan tidak ada,” ungkapnya.

Ia menguraikan, kurangnya kepercayaan politisi laki-laki terhadap politisi perempuan menjadi kendala utama bagi kaum hawa untuk mengorbitkan diri ke ruang publik. Maka, banyak kader perempuan yang tak menonjol. Hanya satu dua orang saja.

Baca juga: DPD RI Asal Aceh Telah Selesaikan Finalisasi UUPA

Sementara itu, permasalahan lainnya, sebut Husniati, terkait slogan perempuan pilih perempuan tak selaras dengan realita yang terjadi. Sebab, selama ini, dewan-dewan perempuan yang sudah mengisi parlemen juga tidak menyuarakan kepentingan perempuan.

“Harusnya, perempuan yang sudah di parlemen, sudah jadi dewan mesti banyak menyuarakan kepentingan perempuan. Jangan duduk-duduk saja di situ,” timpalnya.

Ia menjelaskan, hal ini pula yang menjadi tolak ukur dan penilaian para pemilih perempuan di kampung-kampung. “Untuk apa pilih perempuan. Dewan perempuan saja tak pernah menyuarakan hak perempuan. Kan, ini menjadi pertimbangan para pemilih nantinya,” tuturnya.

Selama ini, lanjut Husniati, jarang sekali anggota dewan perempuan yang berpihak kepada perempuan. Belum ada dewan perempuan yang menyuarakan kepetingan kaum hawa secara maksimal.

“Ini nantinya menjadi frame, memilih perempuan sama saja dengan memilih laki-laki. Tidak bersuara untuk perempuan. Itu yang disayangkan,” ucapnya.[]

Penulis: Adam Zainal
Editor: Thayeb Loh Angen.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita lainya