BerandaBerita Banda AcehIni Temuan BPK Terkait Bantuan Rumah Duafa pada Sekretariat Baitul Mal Banda...

Ini Temuan BPK Terkait Bantuan Rumah Duafa pada Sekretariat Baitul Mal Banda Aceh

Populer

BANDA ACEH – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan terkait bantuan untuk pembangunan rumah duafa pada Sekretariat Baitul Mal Kota Banda Aceh Tahun Anggaran 2021.

Temuan tersebut diungkapkan BPK Perwakilan Aceh dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Banda Aceh Tahun Anggaran 2021. LHP Nomor: 20.B/LHP/XVIII.BAC/04/2022, tanggal 26 April 2022, itu diperoleh portalsatu.com belum lama ini.

Dalam LHP itu disebutkan pada TA 2021, Pemerintah Kota Banda Aceh menganggarkan belanja barang dan jasa sebesar Rp492,59 miliar (M) dengan realisasi Rp390,14 M atau 79,20% dari anggaran. Realisasi belanja dan jasa tersebut di antaranya diberikan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat pada Sekretariat Baitul Mal melalui kegiatan Peningkatan Pendistribusian dan Pendayagunaan ZIS Senif Miskin dengan serapan dana lebih Rp11,46 M. Salah satu realisasi belanja tersebut berupa bantuan tunai untuk pembangunan 20 rumah duafa senilai Rp2 M.

Besaran bantuan per orang ditetapkan dalam Surat Keputusan Ketua Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh Nomor 40 Tahun 2020 tanggal 10 Desember 2020 tentang Penetapan Standar Besaran Biaya Bagi Penerima Bantuan dari Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah pada Baitul Mal Kota Banda Aceh Tahun 2021. Dalam surat keputusan tersebut ditetapkan besaran dana zakat senif miskin pembangunan rumah duafa Rp100 juta per orang.

Penerima bantuan rumah duafa TA 2021 itu ditetapkan sebanyak 20 orang melalui Surat Keputusan Dewan Pengawas Baitul Mal Kota Banda Aceh.

Menurut BPK, hasil pemeriksaan atas SOP, bukti pertanggungjawaban, dan hasil konfirmasi dengan penerima bantuan diketahui beberapa permasalahan. Salah satunya, mekanisme penyaluran bantuan rumah duafa itu tidak sesuai SOP.

Bagan alur proses penyaluran bantuan rumah duafa pada SOP terdiri dari 19 langkah. Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa sebanyak 10 dari 19 langkah yang dilaksanakan Baitul Mal tidak sesuai SOP. Yaitu, 1) Dari sembilan proposal yang diuji petik, hanya dua proposal yang diajukan kepada Wali Kota pada tahun 2019; 2) Dari sembilan proposal yang diuji petik, hanya dua proposal yang didisposisikan Wali Kota ke Baitul Mal Kota (BMK); 3) BMK melakukan koordinasi terkait data penerima bantuan hanya dengan Dinas Sosial, sedangkan berdasarkan SOP melakukan koordinasi juga dengan Bappeda dan Dinas Perkim.

Berikutnya, 4) Tidak terdapat SK Tim Terpadu, dan survei hanya dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari Tenaga Profesional BMK, Sekretariat BMK, serta Perangkat Gampong. Sedangkan berdasarkan SOP Wali Kota mengeluarkan SK Tim Terpadu terdiri dari Bappeda, Dinas Perkim, Dinsos, dan BMK; 5) Rapat untuk menentukan penerima bantuan hanya dihadiri unsur BMK, tanpa mengikutsertakan unsur Bappeda, Dinas Perkim maupun Dinsos sesuai SOP; 6) Rumah yang dibangun hanya menggunakan dana Zakat BMK, sedangkan berdasarkan SOP membagi alokasi rumah yang dibangun oleh BMK dan Dinas Perkim.

Selanjutnya, 7) Kepala BMK mengusulkan SK penetapan penerima bantuan rumah layak huni ke Dewan Pengawas BMK, bukan kepada Wali Kota sesuai SOP; 8) SK Penetapan penerima bantuan ditetapkan oleh Dewan Pengawas BMK, seharusnya Wali Kota sesuai SOP; 9) Dana zakat ditarik tunai oleh Bendahara kemudian diserahkan secara tunai kepada PPTK. Sedangkan berdasarkan SOP, Bendahara Pengeluaran menarik dana zakat dari rekening Bank Aceh dan memindahkan ke rekening Bank Syariah Mandiri (BSM); 10) Berdasarkan bukti kuitansi, PPTK menyerahkan uang pembangunan rumah kepada pihak ketiga secara tunai sesuai progres pekerjaan. Sedangkan berdasarkan SOP Kepala Sekretariat BMK menyurati BSM untuk menyalurkan dana zakat sesuai dengan progres pekerjaan.
Permasalahan kedua, menurut BPK, penyaluran bantuan rumah duafa kepada 20 penerima secara tunai dan bukti pertanggungjawaban yang dilampirkan belum dapat diyakini kebenarannya.

BPK menyebut hasil reviu dokumen pertanggungjawaban diketahui penyaluran bantuan rumah duafa kepada 20 penerima bantuan masing-masing Rp100 juta berupa kuitansi penyaluran uang dari Bendahara Pengeluaran dan diketahui Kepala Sekretariat BMK sebagai Pengguna Anggaran. Namun, berdasarkan hasil konfirmasi secara uji petik kepada sembilan dari 20 bantuan, diketahui bahwa para penerima bantuan tidak menerima bantuan berupa uang, melainkan bantuan berupa rumah yang dibangun di atas tanah milik penerima bantuan.

Menurut BPK, berdasarkan keterangan dari Bendahara Pengeluaran dan PPTK Pendistribusian dan Pendayagunaan ZIS pada Sekretariat BMK diketahui bahwa dana bantuan pembangunan rumah duafa diberikan secara tunai oleh Bendahara Pengeluaran kepada PPTK Rp2 M. Uang tersebut kemudian dititipkan PPTK di brankas Bendahara Pengeluaran Sekretariat BMK. Selanjutnya PPTK menyerahkan uang tunai secara bertahap kepada tiga orang yang ditunjuk untuk melaksanakan pembangunan rumah duafa, yaitu MZ, RS dan TR.

Pembangunan rumah oleh MZ, RS, dan TR dilaksanakan berdasarkan RAB yang diberikan Sekretariat BMK. RAB disusun konsultan perencana yaitu CV A3 EC dan ditandatangani direktur perusahaan itu, Kepala Sekretariat BMK selaku KPA, dan PPTK.

Berdasarkan hasil reviu dokumen diketahui bahwa penunjukan MZ, RS dan TR untuk melaksanakan pembangunan rumah duafa tahun 2021 tidak didukung dokumen Surat Perintah Kerja (SPK).

“Pengujian atas bukti pertanggungjawaban diketahui bahwa Sdr. MZ, RS, dan TR telah menyerahkan bukti-bukti pembelian bahan/material untuk pembangunan rumah dhuafa tersebut kepada PPTK. Berdasarkan bukti-bukti pengeluaran dan keterangan dari pihak ketiga diketahui bahwa dari jumlah uang yang diterima sebesar Rp2.000.000.000,00 telah didukung bukti pengeluaran hanya sebesar Rp1.414.474.800,00. Sedangkan sebesar Rp585.525.200,00 (Rp2.000.000.000,00 – Rp1.414.474.800,00) tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban,” tulis BPK dalam LHP itu.

Menurut BPK, hal tersebut mengakibatkan meningkatnya risiko terjadinya kesalahan dan penyalahgunaan dalam pengelolaan uang daerah yang dikelola PPTK, dan belanja sebesar Rp585,52 juta tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah.

Hal tersebut terjadi karena PPTK Pendistribusian dan Pendayagunaan ZIS pada Sekretariat BMK dalam melaksanakan kegiatan pembangunan rurnah duafa tidak berdasarkan SOP dan ketentuan pengadaan barang/jasa;
Bendahara Pengeluaran tidak memedomani peraturan yang berlaku terkait keuangan daerah; Kepala Sekretariat BMK tidak optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan penyaluran dana ZIS.

Atas permasalahan tersebut, Pemko Banda Aceh melalui Kepala Sekretariat BMK menyatakan kepada BPK akan melakukan revisi SOP mekanisme tentang penyaluran zakat sesuai Qanun Baitul Mal Aceh Nomor 10 Tahun 2018.

BPK merekomendasikan Wali Kota Banda Aceh agar memerintahkan Kepala Sekretariat BMK untuk melakukan langkah-langkah perbaikan dalam pengendalian kegiatannya sesuai ketentuan berlaku antara lain mekanisme pengadaan dan verifikasi atas bukti pertanggungjawaban belanja pembangunan rumah duafa sesuai ketentuan berlaku. Selain itu, Inspektur Kota Banda Aceh melakukan verifikasi atas bukti pertanggungjawaban pembangunan rumah duafa Rp585,52 juta.

Kepala Sekretatiat Baitul Mal Kota Banda Aceh, Wahyudi, S.STP., M.Si., mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi BPK, termasuk bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah atas realisasi belanja Rp585,52 juta.

“Kelengkapan sudah ditindaklanjuti, pertanggungjawaban yang dimaksud bukti pembelian material bangunan, ongkos tukang, dll.,” kata Wahyudi menjawab portalsatu.com via pesan WhatsApp, Rabu, 15 Juni 2022, malam.[](red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita lainya