LHOKSEUMAWE – Pemerintah Kota Lhokseumawe sampai saat ini belum melelang (tender) satupun proyek/kegiatan bersumber dari APBK tahun anggaran 2023. Padahal, DPRK dan Pj. Wali Kota Lhokseumawe sudah menyetujui bersama Rancangan Qanun tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (RAPBK) tahun 2023 pada 25 November 2022 lalu.
Dilihat portalsatu.com pada laman resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Lhokseumawe, Kamis dan Jumat, 2-3 Maret 2023, siang, belum tayang satupun paket pekerjaan konstruksi, pengadaan barang, jasa konsultansi badan usaha konstruksi, dan jasa lainnya. Artinya, proses tender tahun 2023 belum dimulai.
Apakah belum dimulainya pelelangan paket proyek/kegiatan tahun 2023 karena Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK) atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) alias badan/dinas/kantor belum menyerahkan dokumen tender kepada Unit Layanan Pengadaan?
“Sampai saat ini kami belum menerima permohonan tender dari OPD,” kata Danil, Kepala Bagian ULP Setda Lhokseumawe, menjawab portalsatu.com via pesan WhatsApp, Kamis (2/3).
Hasil penelusuran melalui sejumlah sumber, Jumat (3/3), menyebutkan setelah RAPBK Lhokseumawe tahun 2023 dievaluasi oleh Gubernur Aceh, Pj. Wali Kota menetapkan Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 5 tahun 2022 tentang APBK tahun anggaran 2023 pada 30 Desember 2022. Pada tanggal yang sama, Pj. Wali Kota menetapkan Peraturan Wali Kota Lhokseumawe Nomor 87 tahun 2022 tentang Penjabaran APBK 2023.
Selanjutnya, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Lhokseumawe menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Kota (DPA-SKPK) tahun 2023. Menurut pihak BPKD, semua DPA-SKPK di lingkungan Pemko Lhokseumawe sudah selesai pada pertengahan Februari 2023 lalu.
Publik patut mempertanyakan mengapa sampai awal Maret 2023 ini belum satupun SKPK/OPD di lingkungan Pemko Lhokseumawe yang mengajukan permohonan tender kegiatan kepada ULP.
Sebagai perbandingan, data pada LPSE Lhokseumawe menunjukkan paket kegiatan dari APBK tahun 2022 mulai ditender pada 15 Februari 2022, proyek tahun 2021 dilelang sejak 18 Maret 2021, dan proses tender pengadaan barang dan jasa tahun 2020 dimulai 1 Februari 2020.
[Update] ULP Lhokseumawe: Penayangan Tender Tahun 2022 Dimulai Akhir April, 2023 akan Lebih Cepat
Untuk diketahui, DPRK Lhokseumawe sudah ketuk palu RAPBK tahun 2023 senilai Rp777,44 miliar lebih, dalam rapat paripurna di gedung dewan, Jumat, 25 November 2022, malam.
Baca: DPRK Ketuk Palu RAPBK 2023: Belanja Aceh Utara Rp2,51 Triliun, Lhokseumawe Rp777,44 Miliar
DPRK Lhokseumawe mengambil keputusan persetujuan bersama terhadap Rancangan Qanun APBK tahun 2022 dalam rapat paripurna pada 29 November 2021.
DPRK Lhokseumawe ketuk palu Rancangan Qanun APBK tahun 2021 Rp833,7 miliar lebih dalam rapat paripurna, Senin, 30 November 2020, sore.
Baca: Pembahasan Singkat, DPRK Lhokseumawe Ketuk Palu RAPBK 2021 Rp833,7 M
DPRK Lhokseumawe ketuk palu Rancangan Qanun APBK tahun 2020 dengan pagu belanja senilai Rp932,42 miliar lebih, dalam rapat paripurna, Rabu, 27 November 2019, sore.
Baca: DPRK Ketuk Palu Anggaran Lhokseumawe Tahun 2020 Rp932,42 Miliar
Pertumbuhan ekonomi
Selama ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh telah berulang kali memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah terkait upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Salah satu rekomendasi Bank Indonesia (BI) adalah percepatan realisasi belanja pemerintah terutama belanja modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Belanja modal diperkirakan memiliki multiplier effect terhadap perekonomian sehingga percepatan realisasi belanja modal menjadi hal yang perlu diperhatikan dan tingkatkan.
Menurut BI, diperlukan langkah kebijakan yang ketat oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mempercepat pelaksanaan belanja di daerah. Di antaranya, melalui penerapan kebijakan pelaksanaan transfer ke daerah berdasarkan kinerja penyerapan anggaran dan output di daerah, melakukan monitoring posisi kas dan simpanan pemda di perbankan, dan memberlakukan sistem reward/punishment.
Reward dilakukan melalui Dana Insentif Daerah yang diberikan ke daerah berprestasi berdasarkan kinerja keuangan termasuk total penyerapan belanja daerah. Punishment diberlakukan melalui kebijakan konversi Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum terhadap daerah dengan jumlah simpanan tidak wajar.
Rekomendasi itu dapat dilihat dalam “Laporan Perekonomian Provinsi Aceh November 2022” dan “Laporan Perekonomian Provinsi Aceh Februari 2022”, yang diterbitkan KPw BI Provinsi Aceh.[](red)