LHOKSEUMAWE – Kinerja Kejaksaan Negeri Lhokseumawe terkait pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa terkesan aneh. Pasalnya, hingga kini “belum ada perkembangan” alias progres apapun setelah Kejari Lhokseumawe menerima hasil audit investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Aceh, 19 Mei 2021 lalu, sudah lebih dua bulan.
Padahal, hasil audit BPKP Aceh terhadap proyek tanggul Cunda-Meuraksa sumber dana Otonomi Khusus tahun 2020 dengan pagu Rp4,9 miliar itu, kerugian keuangan negara mencapai Rp4,3 M. Selain kepada Kejari Lhokseumawe, hasil audit investigasi tersebut juga disampaikan ke Kejaksaan Agung di Jakarta dan Kejaksaan Tinggi Aceh di Banda Aceh.
Baca: BPKP Serahkan Hasil Audit Proyek Tanggul Cunda-Meuraksa ke Kejagung, Kejati dan Kejari
Kajari Lhokseumawe Mukhlis melalui Kasi Intelijen Miftahuddin dikonfirmasi portalsatu.com soal perkembangan kasus itu, mengatakan, “Belum ada”.
Dua bulan setelah menerima hasil audit dari BPKP Aceh, belum ada langkah apapun? “Belum,” ucap Miftahuddin melalui telepon seluler, Jumat, 23 Juli 2021, sekitar 12.10 WIB.
“Belum. Pokoknya belum ada perkembangan,” tegasnya saat ditanya apakah belum ada penetapan tersangka.
Ditanya kenapa belum ada perkembangan, apa alasan atau sebabnya, Kasi Intel itu meminta ditanyakan langsung kepada Kajari.
Kajari Lhokseumawe Mukhlis ditemui portalsatu.com saat keluar dari Masjid Jamik usai salat Jumat tadi, menolak diwawancarai soal kasus tanggul Cunda-Meuraksa itu. “Konfirmasi dengan Kasi Intel saja. Petunjuknya seperti itu, kalau Kajati melalui Kasi Penkum, Kajari melalui Kasi Intel,” ucapnya.
Disinggung bahwa belum ada penjelasan dari Kasi Intel soal kenapa “belum ada perkembangan” kasus itu, Mukhlis mengatakan, “Sudah saya sampaikan kepada Kasi Intel. Konfirmasi saja dengan Kasi Intel”.
Diberitakan sebelumnya, Kajari Lhokseumawe bersama tim penyelidik kasus dugaan korupsi pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa sumber dana Otsus tahun 2020 kembali mendatangi Kejati Aceh di Banda Aceh, Kamis, 1 Juli 2021. Sejumlah sumber portalsatu.com memperkirakan kedatangan tim Kejari Lhokseumawe ke Kejati Aceh kali ini dalam rangka ekspose penanganan kasus proyek tanggul Cunda-Meuraksa setelah batal dilaksanakan pada Rabu, 16 Juni 2021 lalu.
Kepala Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, H. Munawal Hadi, S.H., M.H., dihubungi portalsatu.com, Kamis (1/7), malam, mengatakan, “Saya pastikan tidak ada ekspose kasus itu (proyek tanggul Cunda-Meuraksa) tadi”.
Munawal menyebut tim Kejari Lhokseumawe yang datang ke Kejati Aceh, bertemu Asintel. “Pak Asintel menanyakan terkait demo (mahasiswa) di Kejari, bagaimana situasinya, penanganannya,” ujar dia.
“(Soal penanganan kasus proyek tanggul Cunda-Meuraksa) itu kewenangan Kejari Lhokseumawe, sama seperti kasus-kasus lainnya,” tegas Kepala Penkum dan Humas Kejati Aceh itu.
Baca: Lagi, Tim Kejari Lhokseumawe ke Kejati Aceh, ‘tak Ada Ekspose Kasus Tanggul Cunda-Meuraksa’
Sejumlah mahasiswa Unimal dan Uniki menggelar aksi demo di depan Kantor Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Rabu, 23 Juni 2021. Mereka meminta Kejari Lhokseumawe segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan lanjutan tanggul Cunda-Meuraksa Lhokseumawe sumber dana Otsus tahun 2020.
Mahasiswa kemudian diterima beraudiensi dengan Kajari Lhokseumawe Mukhlis didampingi Kasi Intelijen Miftahuddin. Kepada mahasiswa, Mukhlis menyampaikan bahwa ketika pihaknya sedang melakukan pemeriksaan terhadap pihak terkait, rekanan kemudian mengembalikan uang proyek itu ke Kas Daerah Pemko Lhokseumawe.
“Fisiknya (tanggul) masih ada, barangnya (uang) ada, tapi melanggar hukum cara membuatnya, dan apakah semua itu korupsi?” kata Mukhlis.
Baca: Demo Kejari Lhokseumawe, Mahasiswa: Segera Tetapkan Tersangka Kasus Tanggul Cunda-Meuraksa
Usai dialog dengan mahasiswa itu, kepada para wartawan, Kajari Lhokseumawe Mukhlis menyebut perkara ini unik mulai dari fisik dikerjakan tanpa tender, kemudian tendernya dilaksanakan setelah pekerjaan selesai. “Karena pekerjaan (pembangunan tanggul Cunda-Meuraksa) fisiknya ada, pengembalian uang negara juga ada. Artinya, setelah uang negara dikembalikan, dan fisiknya sudah menjadi catatan aset negara, sehingga sekarang negara dalam keadaan untung secara fisik,” ujarnya.
“Saya minta sebenarnya BPKP Aceh melihat fisik, tapi BPKP tidak melihat fisik dan mereka hanya mengaudit berkas kontrak-kontrak semua. Saya berkoordinasi dengan Pak Kajati Aceh tentang apa yang harus kami (Kejari) lakukan, terkait persoalan ada pembangunan fisik dan persoalan ada pengembalian dana. Kami belum mengambil kesimpulan, karena pengendali perkara itu adalah Pak Kajati. Kalau petunjuk Kajati bahwa perkara ini dilanjutkan, tentu saya lanjut, dan tidak ada masalah. Sejauh ini kita masih menunggu petunjuk dari Kajati tentang akan ada ekspose, karena beberapa hari lalu tidak jadi,” tutur Mukhlis.
“Terkait pembangunan tanggul itu yang dikerjakan terlebih dahulu memang melanggar, ditenderkan melanggar, tapi inikan persoalan penilaian dan pelanggaran ini korupsi apa tidak,” ucap Mukhlis.
Menurut Mukhlis, ada beberapa tindakan hukum, “apakah tindakan hukum perdata atau tindakan hukum tata negara. Akan tetapi kita (Kejari) tidak bertolak belakang dengan BPKP, kita seiring saja. Persoalan penentuan tindak pidananya ada di kejaksaan, tentu kita sedang menunggu bagaimana petunjuk dari Kajati Aceh seperti apa nantinya”.
Baca: Kasus Tanggul Cunda-Meuraksa, Kajari Lhokseumawe Tunggu Petunjuk Kajati Aceh
Kepala BPKP Perwakilan Aceh Indra Khaira Jaya menegaskan BPKP sebagai auditor pemerintah bekerja secara profesional dan bertanggug jawab. Menurut Indra, audit investigasi yang dilakukan BPKP Aceh terhadap kasus proyek tanggul Cunda-Meuraksa tahun anggaran 2020 senilai Rp4,9 miliar itu berawal dari permintaan Kajari Lhokseumawe melalui surat resmi. Setelah itu, kata dia, dilakukan ekspose substansi kasus antara penyidik dari Kejari Lhokseumawe dengan auditor BPKP di Kantor BPKP Aceh. Ekspose tersebut merupakan SOP bagi BPKP sebelum diputuskan layak atau tidak untuk dilakukan audit investigasi.
“Berdasarkan hasil ekspose, disepakati kasus tersebut memenuhi syarat dan terdapat unsur melawan hukum dan kerugian keuangan negara, untuk selanjutnya dilakukan audit investigasi oleh BPKP Aceh. Jadi, semua itu dimulai dari kesepakatan atau sikap bersama antara penyidik dan auditor atas hasil ekspose itu. Tanpa kesepakatan itu, BPKP tidak akan mengeluarkan surat perintah tugas untuk dilakukan audit investigasi,” tutur Indra kepada portalsatu.com, Jumat, 25 Juni 2021. .
Indra melanjutkan, karena sudah ada kesepakatan terhadap hasil ekspose tersebut maka BPKP Aceh mengeluarkan surat perintah tugas kepada tim auditor untuk melakukan audit investigasi. Sehingga tim auditor memeriksa semua dokumen terkait proyek tanggul Cunda-Meuraksa sumber dana Otsus tahun 2020 dan juga meminta klarifikasi kepada pihak terkait.
“Hasilnya, ditemukan pelanggaran hukum. Semua proses yang dilakukan pihak terkait itu melanggar ketentuan, karena rekayasa semua. Terus pembayarannya direkayasa juga. Artinya, barang yang dibeli itu sudah salah secara aturan, uang negara yang keluar dari kas juga menyalahi aturan. Ini terbukti dengan dikembalikannya uang tersebut ke Kas Daerah. Kalau tidak melanggar, mengapa dikembalikan lagi? Waktunya juga berbeda, bukan pada hari yang sama, uang negara keluar pada tahun 2020 Rp4 miliar lebih, terus dikembalikan pada tahun 2021,” ungkap Indra.
Indra menegaskan berdasarkan hasil audit investigasi BPKP Aceh terhadap kasus tersebut “ada unsur melanggar hukum, ada kerugian negara, dan ada orang-orang yang terlibat”.
“Dan, BPKP sudah menyerahkan hasil audit (dengan nilai kerugian keuangan negara setelah dikurangi pajak lebih dari Rp4,3 miliar). Sekarang terserah dia mau dipakai atau tidak, silakan. Kita tidak ada urusan. Kalau tidak mau dipakai, risikonya harus ditanggung sendiri. Jangan sampai nanti menyesal kemudian (apabila muncul risiko lantaran mengabaikan hasil audit tersebut),” tegas Indra.
“Ibarat orang sakit pergi ke dokter, diberikan resep. Kalau tidak mau pakai resep itu, jangan sampai kemudian baru menyesal ketika muncul risikonya, misalnya sakitnya bertambah parah,” ujar Indra menamsilkan.
Indra menambahkan bahwa audit investigasi merupakan tahapan awal mengungkap sebuah kasus. “Nanti pada tahapan penyidikan di APH (aparat penegak hukum) akan ada audit perhitungan kerugian keuangan negaranya yang akan menjadi dasar diproses hukum pengadilan,” ujarnya.
Soal pemeriksaan fisik tidak dilakukan, menurut Indra, karena proses pengadaan mulai dari pemilihan pemenang, pembayaran, dan pertanggungjawaban melanggar hukum semua.
Lihat pula: Kasus Tanggul Cunda-Meuraksa, BPKP: Jika Hasi Audit Diabaikan Jangan Sampai Menyesal Kemudian
[](red)