BANDA ACEH – Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh terhadap terdakwa SBS dalam kasus dugaan korupsi dana turnamen sepak bola intenasional tsunami cup 2017 dinilai kabur. JPU juga ditengarai melakukan peng-grounded (pengkandangan) karena tidak melihat posisi dan akar kejadian yang sebenarnya.
Hal itu disampaikan tiga kuasa hukum SBS: Yahya Alinsa, S.H, Dr. Asharullah Ida, S.H, M.H, dan Syamsul Rizal SH dalam nota keberatan (eksepsi) yang disampaikan pada sidang kedua kasus tersebut, Jumat, 21 Januari 2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Yahya Alinsa mengungkapkan JPU tidak menguraikan dakwaan secara cermat, lengkap, detil dan sistematis unsur-unsur dari delik pidana yang didakwakan kepada kliennya (SBS). Ketidakjelasan tuduhan atau dakwaan tersebut tidak memenuhi pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Maka kami menilai dakwaan tersebut secara hukum dikategorikan sebagai dakwaan yang kabur, tidak memenuhi syarat, sehingga menyebabkan dakwaan batal demi hukum,” tegas Yahya Alinsa.
Yahya Alinsa menambahkan, apa yang didakwakan kepada SBS bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. Alasannya, peran SBS dalam turnamen itu hanya sebagai konsultan profesional yang ditunjuk oleh panitia, sehingga hubungannya tak lebih seperti hubungan pekerja dengan pemberi kerja (majikan) yang tunduk pada ranah hukum privat.
“Jika kita melihat surat penunjukan tim konsultan profesional oleh panitia turnamen, jelas surat tersebut tidak tergolong atau bukanlah surat perintah kerja, sehingga secara hukum tidak dapat dipandang sebagai kontrak. Makanya saya katakan tadi peran SBS dalam hal ini tak lebih dari peran pekerja dengan majikan,” tambah Yahya Alinsa.
Masih menurut Yahya Alinsa, menyangkut dengan penggunaan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh – Perubahan (APBA-P), dana dari sponsor, dan dana dari pihak ketiga dalam turnamen Atjeh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017 itu merupakan tanggung jawab panitia yang harus dipertangungjawabkan kepada Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dispora) dan Gubernur Aceh.
Selain itu, kata Yahya Alinsa, SBS hanya bekerja sesuai arahan dan apa-apa yang dibebankan panitia kepadanya. Jika ada hal-hal yang menyangkut atau berkaitan dengannya, maka secara hukum itu hanya merupakan wanprestasi antara panitia dengannya, yang masuk dalam ranah hukum privat, bukan ranah hukum publik, maka hal itu bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran.
“Karena itu, ini menjadi fakta yang tidak terbantahkan bahwa dakwaan JPU sejak awal telah keliru dan kabur, sehingga dakwaan tersebut batal demi hukum atau harus dibatalkan dengan segala konsekuensinya,” ungkap Yahya Alinsa.
Karena itu, Yahya Alinsa bersama dua kuasa hukum SBS lainnya, Ansharullah Ida dan Syamsul Rizal dari kantor hukum Yahya Alinsa and Associates meminta Majelis Hakim yang menyidangkan kasus tersebut, Muhifuddin S.H, M.H (hakim ketua), Faisal Mahdi, S.H, M.H dan Dr Edwar S.H, M.H (hakim anggota) untuk menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum, menerima dan mengabulkan eksepsi penasehat hukum SBS untuk seluruhnya, serta membebaskan SBS dari segala dakwaan dan melepaskannya dari tahanan.[]