BerandaBerita AcehTanggapan MaTA Terkait Vonis Bebas Mantan Bupati Aceh Tamiang

Tanggapan MaTA Terkait Vonis Bebas Mantan Bupati Aceh Tamiang

Populer

BANDA ACEH – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai vonis ringan dan vonis bebas sudah menjadi tren putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh. Catatan MaTA, dalam empat tahun terakhir, 22 perkara dugaan korupsi yang divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Rinciannya, tahun 2020 lima perkara, 2021 delapan perkara, 2022 lima perkara, dan 2023 empat perkara. Dari 22 perkara yang divonis bebas Pengadilan Tipikor Banda Aceh, menurut MaTA, di tingkat kasasi 77 persen vonis bebas dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dugaan tindak pidana korupsi terbukti.

“Sehingga tren vonis bebas ini harus menjadi perhatian semua pihak dan dipertanyakan aspek keadilan hukum untuk masyarakat yang menjadi korban dan pihak yang paling dirugikan dari kebijakan yang dikorup itu,” kata Koordinator MaTA, Alfian, dalam keterangannya, Rabu, 28 Februari 2024.

Menurut Alfian, hal ini karena pada Selasa, 27 Februari 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh kembali menjatuhkan vonis bebas terhadap Mursil, bekas Bupati Aceh Tamiang periode 2017-2022, dan dua terdakwa lainnya, Yusni dan T. Rusli, terkait perkara dugaan korupsi pertanahan atau penguasaan lahan di Aceh Tamiang.

Oleh sebab itu, MaTA mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap vonis bebas Pengadilan Tipikor Banda Aceh tersebut.

“Kasasi ini sangat penting dilakukan untuk menguji apakah putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh sudah tepat atau belum,” tegas Alfian.

Selain itu, kata Alfian, vonis bebas ini juga menjadi bahan evaluasi untuk kejaksaan itu sendiri dalam menyusun dakwaan ke depan, tentang pentingnya ketepatan dalam merumuskan penetapan pasal dakwaan yang disangkakan kepada para terdakwa. Sehingga hal tersebut tidak menjadi celah bagi hakim untuk memberikan vonis bebas, karena JPU bisa membuktikan dakwaan dalam proses persidangan.

Sebelumnya, dalam perkara ini ketiga terdakwa oleh JPU didakwa melakukan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi terkait penguasaan lahan eks-HGU PT Desa Jaya Alur dan PT Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti dan pensertifikatan hak milik atas tanah negara yang berdampak pada kerugian keuangan negara dan perekonomian negara.

Dakwaaan JPU dengan menggunakan pasal 2 dan 3 sekaligus dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi, menurut catatan MaTA, ini perdana dilakukan di Aceh. Sehingga sangat penting untuk dikawal dan dipertanyakan rasionalitas akal sehat dan kewajarannya.

“Karena berdasarkan audit BPKP Aceh, perbuatan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Mursil dan kawan-kawan telah menyebabkan kerugian negara Rp6,4 miliar. Oleh sebab itu, ketiga terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo. Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” ujarnya.

Alfian berharap agar JPU segera mempersiapkan bahan untuk kasasi dan memperkuat konstruksi dakwaan. Sebab biasanya kasasi yang dilakukan hampir semuanya dikabulkan Mahkamah Agung yang mempertegas bahwa vonis bebas oleh hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh tidak tepat.

“Karena jika tren vonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Banda Aceh tidak dievaluasi dan dipertanyakan rasionalitas dan logika hukumnya, tentu akan berdampak pada munculnya krisis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan proses penegakan hukum itu sendiri. Karena vonis bebas memberikan kesan kepada publik bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” pungkas Alfian.[](ril)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita terkait

Berita lainya